Rabu, 26 September 2018

TARIKAT



TARIKAT
A.    PENGERTIAN DAN TUJUAN TARIKAT
Dari segi bahasa tarikat berasal dari bahasa Arab thariqat yang artinya jalan, keadaan, aliran dalam garis sesuatu. Jamil Shaliba mengatakan secara harfiah tarikat berarti jalan yang terang, lurus yang memungkinkan sampai pada tujuan dengan selamat. Selanjutnya pengertian tarikat berbeda-beda menurut tinjauan masing-masing. Di kalangan Muhaddisin tarikat digambarkan dalam dua arti yang asasi. Pertama menggam­barkan sesuatu yang tidak dibatasi terlebih dahulu (lancar), dan kedua didasarkan pada sistem yang jelas yang dibatasi sebelumnya. Selain itu tarikat juga diartikan sekumpulan cara­-cara yang bersifat renungan, dan usaha inderawi yang mengan­tarkan pada hakikat, atau sesuatu data yang benar.
Selanjutnya istilah tarikat lebih banyak digunakan para ahli tasawuf. Mustafa Zahri dalam hubungan ini mengatakan tarikat adalah jalan atau petunjuk dalam melakukan sesuatu ibadah sesuai dengan ajaran yang dicontohkan oleh Nabi Muhammad dan dikerjakan oleh sahabat-sahabatnya, tabi’in dan tabi'it tabi'in turun-temurun sampai kepada guru-guru, secara berantai sampai pada masa kita ini.
Lebih khusus lagi tarikat dikalangan sufiyah berarti sistem dalam rangka mengadakan latihan jiwa, membersihkan diri dari sifat-sifat yang tercela dan mengisinya dengan sifat-sifat yang terpuji dan memperbanyak zikir dengan penuh ikhlas se­mata-mata untuk mengharapkan bertemu dengan dan bersatu secara ruhiah dengan Tuhan. Jalan dalam tarikat itu antara lain terus-menerus berada dalam zikir atau ingat terus kepada Tuhan, dan terus-menerus menghindarkan diri dari sesuatu yang melupakan Tuhan.
Dalam pada itu Harun Nasution mengatakan tarikat ialah jalan yang harus ditempuh seorang sufi dalam tujuan berada sedekat mungkin dengan Tuhan. Hamka mengatakan bahwa di antara makhluk dan khaliq itu ada perjalanan hidup yang harus ditempuh. Inilah yang kita katakan tarikat.
Dengan memperhatikan berbagai pendapat tersebut di atas, kiranya dapat diketahui bahwa yang dimaksud dengan tarikat adalah jalan yang bersifat spiritual bagi seorang sufi yang di dalamnya berisi amalan ibadah dan lainnya yang bertemakan menyebut nama Allah dan sifat-sifatnya disertai penghayatan yang mendalam. Amalan dalam tarikat ini ditujukan untuk memperoleh hubungan sedekat mungkin (secara rohaniah) dengan Tuhan.
Dalam perkembangan selanjutnya, tarikat, sebagai disebut­kan Harun Nasution, mengandung arti organisasi (tarikat), yang mempunyai syaikh, upacara ritual dan bentuk zikir tertentu.
Guru dalam tarikat yang sudah melembaga itu selanjutnya disebut Mursyid atau Syaikh, dan wakilnya disebut Khalifah. Adapun pengikutnya disebut murid. Sedangkan tempatnya disebut ribath atau zawiyah atau taqiyah. Selain itu tiap tarikat juga memiliki amalan atau ajaran wirid tertentu, simbol-simbol kelembagaannya, tata tertibnya dan upacara-upacara lainnya yang membedakan antara satu tarikat dengan tarikat lainnya. Menurut ketentuan tarikat pada umumnya, bahwa seorang Syaikh sangat menentukan terhadap muridnya. Keberadaan murid di hadapan gurunya ibarat mayit atau bangkai yang tak berdaya apa-apa. Dan karena tarikat itu merupakan jalan yang harus dilalui untuk mendekatkan diri kepada Allah, maka orang yang menjalankan tarikat itu harus menjalankan syariat dan si murid harus memenuhi unsur-unsur sebagai berikut:
1.      Mempelajari ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan sya­riat agama.
2.      Mengamati dan berusaha semaksimal mungkin untuk meng­ikuti jejak dan guru, dan melaksanakan perintahnya dan meninggalkan larangannya.
3.      Tidak mencari-cari keringanan dalam beramal agar tercapai kesempurnaan yang hakiki.

4.      Berbuat dan mengisi waktu seefisien mungkin dengan segala wirid dan doa guna.pemantapan dan kekhusuan dalam mencapai maqomat (stasiun) yang lebih tinggi.
5.      Mengekang hawa nafsu agar terhindar dari kesalahan yang dapat menodai amal.10
Ciri-ciri tarikat tersebut rnerupakan ciri yang pada umumnya dianut setiap kelompok, sedangkan dalam bentuk amal dan wiridnya berbeda-beda.
Dengan ciri-ciri tarikat yang demikian itu tidak menghe­rankan jika ada pendapat yang mengatakan bahwa tarikat sebenarnya termasuk dalam ilmu mukasyafah, yaitu ilmu yang dapat menghasilkan pancaran nur Tuhan ke dalam hati murid­-muridnya, sehingga dengan nur itu terbukalah baginya segala sesuatu yang gaib daripada ucapan-ucapan nabinya dan raha­sia-rahasia Tuhannya. Ilmu ini dilakukan dengan cara riadah/ latihan dan mujahadah..
Dengan demikian, tarikat mempunyai hubungan sub­stansial dan fungsional dengan tasawuf. Tarikat pada mulanya berarti tata cara dalam mendekatkan diri kepada Allah dan digunakan untuk sekelornpok yang menjadi pengikut bagi se­orang syaikh. Kelompok ini kemudian menjadi lembaga-lem­baga yang mengumpul dan mengikat sejumlah pengikut dengan aturan-aturan sebagaimana disebutkan di atas. Dengan kata lain, tarikat adalah tasawuf yang melembaga. Dengan demikian tasawuf adalah usaha mendekatkan diri kepada Allah, sedang­kan tarikat itu adalah cara dan jalan yang ditempuh seseorang dalam usahanya mendekatkan diri kepada Tuhan. Inilah hu­bungan antara tarikat dan tasawuf.
B.     TARIKAT YANG BERKEMBANG DI INDONESIA
Sebagai bentuk tasawuf yang melembaga, tarikat ini meru­pakan kelanjutan dari pengikut-pengikut sufi yang terdahulu. Perubahan tasawuf ke dalam tarikat sebagai lembaga dapat dilihat dari perseorangannya, yang kemudian berkembang men­jadi tarikat yang lengkap dengan simbol-simbol dan unsurnya sebagaimana disebutkan di atas.

Tarekat Shuhrawardiyah (w.1168 M.) misalnya dinisbahkan pada Diya al-Din Abu Najib al-Suhrawardi. Qadariyah dinisbahkan pada Abdul Qadir Jaelani (w.1166 H.) Rifaiyah dinisbahkan pada Ahmad Ibnu aI-Rifa'i (w. 1182), Jasafiyah dinisbahkan pada Ahmad al-Jasafi (w.1166 M.) Sadziliyah dinisbahkan pada Abu Madyan Shuhaib (w. 1258), Mauliyah dinisbahkan pada Jalaluddin Rumi (w.1273)."
Dari sekian banyak aliran tarikat tersebut terdapat sekurang­-kurangnya tujuh aliran tarikat yang berkembang di Indonesia, yaitu tarikat Qadariyah, Rifaiyah, Naqsyabandiyah, Samma­niyah, Khalwatiyah, al-Hadad, dan tarikat Khalidiyah.
Tarekat Qadiriyah didirikan oleh Syaikh Abdul Qadir Jaelani (1077-1166) dan ia sering pula disebut al-Jilli. Tarekat ini banyak tersebar di dunia Timur, Tiongkok, sampai ke pulau Jawa. Pengaruh tarikat ini cukup banyak Meresap di hati masyarakat yang dituturkan lewat bacaan manaqib pada acara-­acara tertentu. Naskah asli manaqib ditulis dalam bahasa Arab. Berisi riwayat hidup dan pengalaman sufi Abdul Qadir Jaelani sebanyak empat puluh episode. Manaqib ini dibaca dengan tujuan agar mendapatkan berkah dengan sebab keramatnya.
Selanjutnya tarikat Rifa'iyah didirikan oleh Svaik Rifa'i. Nama lengkapnya adalah Ahmad bin Ali bin Abbas. Meninggal di Umm Abidah pada tanggal 22 Jumadil Awal tahun 578 H, bertepatan dengan tanggal 23 September tahun 1106 M. Dan ada pula yang mengatakan bahwa ia meninggal pada bulan Rajab tahun 512 H, bertepatan dengan bulan November tahun 1118 M  di Qaryah Hasan. Tarekat ini banyak tersebar di daerah Aceh, Jawa, Sumatera Barat, Sulawesi dan daerah-daerah lainnya.
Ciri tarikat ini adalah penggunaan tabuhan rabana dalam wiridnya, yang diikuti dengan tarian dan permainan debus, yaitu menikam diri dengan sepotong senjata tajam yang diiringi dengan zikir-zikir tertentu. Permainan debus ini berkembang pula di daerah Sunda, khususnya Banten, Jawa Barat.
Adapun tarikat Naqsyabandi didirikan oleh Muhammad bin Bhauddin al-Uwaisi al-Bukhari (727-791 H). Ia biasa di­sebut Naqsyabandi diambil dari kata naqsyaband yang berarti lukisan, karena ia ahli dalam memberikan lukisan kehidupan yang gaib-gaib.
Tarekat ini banyak tersebar di Sumatera, Jawa, maupun Sulawesi. Ke daerah Sumatera Barat, tepatnya daerah Mi­nangkabau, tarikat ini dibawa oleh Syaikh Ismail al-Khalidi al-Kurdi, sehingga dikenal dengan sebutan Tarekat Naqsyaban­diah al-Khalidiyah. Amalan tarikat ini tidak banyak dijelaskan ciri-cirinya.
Selanjutnya tarikat Samaniyah didirikan oleh Syaikh Sa­man yang meninggal dalam tahun 1720 di Madinah. Tarekat ini banyak tersebar luas di Aceh, dan mempunyai pengaruh yang dalam di daerah ini, juga di Palembang dan daerah lainnya di. Sumatera. Di Jakarta tarikat ini juga sangat besar pengaruh­nya, terutama di daerah pinggiran kota. Di daerah Palembang orang banyak yang membaca riwayat Syaikh Saman sebagai tawassul untuk mendapatkan berkah.
Ciri tarikat ini zikirnya dengan suara keras dan meleng­king, khususnya ketika mengucapkan lafadz lailaha illa Allah. Juga terkenal dengan nama ratib saman yang hanya memper­gunakan perkataan "hu", yang artinya Dia Allah. Syaikh Saman ini juga mengajarkan agar memperbanyak shalat dan zikir, kasih pada fakir miskin, jangan mencintai dunia, menukar akal ha­syariyah dengan akal robaniyah, beriman hanya kepada Allah dengan tulus ikhlas.
Selanjutnya tarikat khalwatiyah didirikan oleh Zahiruddin (w. 1397 M) di Khurasan dan merupakan cabang dari tarikat Suhrawardi yang didirikan oleh Abdul Qadir Suhrawardi yang meninggal tahun 1167 M. Tarekat Khalwatiyah ini mula-mula tersiar di Banten oleh Syaikh Yusuf Al-Khalwati al-Makasari pada masa pemerintahan Sultan.Ageng Tirtayasa.

Tarekat ini banyak pengikutnya di Indonesia, dimung­kinkan karena suluk dari tarikat ini sangat sederhana dalarn pelaksanaannya. Untuk membawa jiwa dari tingkat yang rendah ke tingkat yang lebih tinggi melalui tujuh tingkat, yaitu peningkatan dari nafsu amarah, lawwamah, mulhamah, muthmainnah, radhiyah, mardiyah dan nafsu kamilah.
Adapun tarikat al-Haddad didirikan oleh Sayyid Abdullah bin AIwi bin Muhammad al-Haddad. Ia lahir di Tarim, sebuah kota yang terletak di Hadramaut pada malam Senin, 5 Safar tahun 1044 H. Ia pencipta ratib haddad dan dianggap sebagai salah seorang wali qutub dan Arifin dalam ilmu tasawuf. Ia banyak mengarang kitab-kitab dalam ilmu tasawuf, di antaranya kitab yang berjudul Nashaihud Diniyah (Nasihat-nasihat Agama), dan al-Mu'awanah fi Suluk Thariq Akhirah (Panduan mencapai hidup di akhirat).
Tarekat Haddad banyak dikenal di Hadramaut, Indonesia, India, Hijaz, Afrika Timur, dan lain lain.
Selanjutnya tarikat Khalidiyah adalah salah satu cabang dari tarikat Naqsyabandiyah di Turki, yang berdiri pada abad XIX. Pokok-pokok tarikat Khalidiyah dibangun oleh Syaikh Sulaiman Zuhdi al-Khalidi. Tarekat ini berisi tentang adab dan zikir, tawassul dalam tarikat, adab suluk, tentang saik dan maqamnya, tentang ribath dan beberapa fatwa pendek dari Syaikh Sulaiman al-Zuhdi al-Khalidi mengenai beberapa per­soalan yang diterima dari bermacam-macam daerah.
Tarekat ini banyak berkembang di Indonesia dan mem­punyai Syaikh Khalifah dan MurSyid yang diketahui dari beberapa surat yang berasal dari Banjarmasin dan daerah-daerah lain yang dimuat dalam kitab kecil yang berid fatwa Sulaiman az-Zuhdi AI-Khalidi.



C.    TATA CARA PELAKSANAAN TARIKAT
Tata cara pelaksanaan tarikat antara lain:
a.       Zikir, yaitu ingat yang terus-menerus kepada Allah dalam hati serta menyebutkan namanya dengan lisan. Zikir ini berguna sebagai alat kontrol bagi hati, ucapan dan perbu­atan agar tidak menyimpang dari garis yang sudah ditetap­kan Allah.
b.      Ratib, yaitu mengucap lafal la ilaha illa Allah dengan gaya, gerak dan irama tertentu.
c.       Muzik, yaitu dalam membacakan wirid-wirid dan syair-syair tertentu diiringi dengan bunyi-bunyian (instrumentalia) seperti memukul rabana.
d.      Menari, yaitu gerak yang dilakukan mengiringi wirid-wirid dan bacaan-bacaan tertentu untuk.Menimbulkan kekhid­matan.
e.       Bernafas, yaitu mengatur cara bernafas pada waktu mela­kukan zikir yang tertentu.
Selain itu Mustafa Zahri mengatakan bahwa untuk men­capai tujuan tarikat sebagaimana disebutkan di atas, perlu mengadakan latihan batin, riadah dan mujahadah (perjuangan kerohanian). Perjuangan seperti itu dinamakan pula suluk dan yang  mengerjakannya disebut salik.







Tidak ada komentar:

Posting Komentar