KEANEKARAGAMAN BUDAYA DAN MASYARAKAT
MAKALAH
Disusun untuk
Memenuhi Tugas Individu Semester II
Program Strata Satu
(S1) Fakultas Tarbiyah
Kelompok Kelas : A Reguler
Mata Kuliah : Antropologi Pendidikan
Dosen
SOBARI WALUYO
SEJATI, S.Pd. M Pd.
Oleh
MUHAMMAD IQBAL ATOURROHMAN
NIM. 2114219
SEKOLAH TINGGI AGAMA
ISLAM NAHDLATUL ULAMA
(STAINU) KEBUMEN
2012
KATA PENGANTAR
Alhamdulilah, segala
puji dan syukur kita panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan
karunia-Nya sehingga kita dapat menjalani kehidupan yang baik. Berkat ridho
dari Allah SWT yang telah memberikan taufik dan hidayah-Nya sehingga saya dapat
menyelesaikan Makalah ini yang berjudul “KEANEKARAGAMAN BUDAYA DAN MASYARAKAT”.Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas individu mata
kuliah Antropologi Pendidikan. Keberhasilan
menyusun makalah ini tidak mungkin terwujud tanpa adanya
bimbingan, kerja sama dan bantuan dari pihak lain. Untuk itu pada kesempatan
ini kami mengucapkan terima kasih kepada :
1. Yth. Sobari Waluyo Sejati, S. Pd. M Pd. selaku dosen pembimbing mata kuliah Antropologi Pendidikan.
2. Kedua orang tua saya
yang telah mendukung saya
3. Semua pihak yang telah
membantu dalam penyusunan makalah ini.
Saya menyadari bahwa makalah ini jauh dari
sempurna, oleh karena itu saya sangat mengharapkan kritik dan saran yang dapat
saya gunakan untuk perbaikan dalam menyusun Makalah
berikutnya.Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang
membacanya.
Kebumen,
...............2012
Penyusun
HALAMAN JUDUL .................................................................................................. 1
KATA PENGANTAR................................................................................................. 2
DAFTAR ISI .............................................................................................................. 3
BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah............................................................................. 4
B. Rumusan Masalah ..................................................................................... 4
C. Tujuan........................................................................................................ 4
BAB II : PEMBAHASAN
A. Pengertian Kebudayaan............................................................................. 5
B. Suku Bangsa …………………………………………………………………… 8
1.
Beragam Kebudayaan Suku
Bangsa............................................................ ..... 8
2.
Konsep Daerah
Kebudayaan.................................................................................
9
C. Daerah – Daerah Kebudayaan di Asia ...................................................... ...... 12
BAB III : PENUTUP
A. Kesimpulan................................................................................................ 16
B. Saran.......................................................................................................... 16
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................. 17
BAB
I
PENDAHULUAN
1.
Latar Belakang
Masalah
Masyarakat
dan kebudayaan adalah dua kata yang sepertinya bukan hal asing lagi bagi kita.
Namun ironisnya sedikit sekali orang yang mengerti apa arti dari manusia,
masyarakat, dan kebudayaan. Banyak orang menganggap bahwa kebudayaan itu adalah
kesenian, atau sesuatu yang hanya berbau seni, padahal sangat jelas sekali
bahwa kebudayaan itu mencakup seluruh aspek kehidupan yang ada.Kebudayaan itu
sendiri beraneka ragam, mulai dari suku bangsa, ras, bahasa, dan lain
sebagainya.
Oleh
karena itu, saya akan mencoba membahasnya secara luas tentang keanekaragam
kebudayaan yang berkaitan dengan letak geografis dan klasifikasi daerah- daerah
tertentu.
2.
Rumusan Masalah
a.
Apakah pengertian dari
kebudayaan?
b.
Apakah pengertian suku bangsa dan konsep daerah kebudayaan?
c.
Bagaimanakah kebudayaan di
Asia khusunya Indonesia secara letak
geografisnya?
3.
Tujuan
1.
Untuk memenuhi tugas
individu mata kuliah Antropologi Pendidikan
2.
Untuk mengetahui
keanekaragaman suku bangsa menurut pandangan antropologi
3.
Untuk mengetahui kebudayaan
yang dilihat dari letak geografis suatu daerah.
BAB II
PEMBAHASAN
1.
Pengertian Kebudayaan
Manusia
sebagai makhluk yang berbudaya tidak lain adalah makhluk yang senantiasa
mendayagunakan akal budinya untuk menciptakan kebahagiaan, karena yang
membahagiakan hidup manusia itu hakikatnya sesuatu yang baik, benar, dan adil.
Maka hanya manusia yang selalu berusaha menciptakan kebaikan, kebenaran dan
keadilan.Sajalah yang berhak menyandang gelar manusia berbudaya.
Secara etimologi kebudayaan berasal
dari beberapa bahasa, yang pertama berasal dari bahasa Sansakerta, buddayah
budhi yang berarti budi atau akal , dalam bahasa Inggris budaya berasal dari
kata Culture, dalam bahasa Belanda berasal dari bahasa cultur, dan dalam bahasa
Latin berasal dari kata Colera, yang kemudian berkembang arti menjadi segala
daya dan aktivitas manusia untuk mengolah dan mengubah alam.
Menurut beberapa
ahli kebudayaan itu dikemukakan sebagai berikut:
a.
Menurut E. B Tylor, budaya
adalah suatu keseluruhan kompleks meliputi pengetahuan, kepercayaan, kesenian,
moral, keilmuan, hukum, adat, istiadat, dan kemampuan lain.
b.
Menurut R. Linton,
kebudayaan dipandang sebagai konfigurasi tingkah laku yang dipelajari dimana
unsure pendukungnya ditentukan oleh anggota masyarakat.
c.
Menurut Kontjaraningrat,
kebudayaan adalah keseluruhan system gagasan, milik diri manusia dengan
belajar.
d.
Menurut Selo Soemardjan dan
Solaeman , kebudayaan adalah hasil karya rasa dan cipta manusia, kedua
ahli ini berkesimpulan bahwa kebudayaan
itu hasil dari usaha manusia untuk memenuhi kebutuhan jasmani dan rohani agar hasilnya dapat digunakan untuk keperluan
masyarakat.
e.
Menurut Hercovit,
kebudayaan adalah bagian dari lingkungan hidup yang diciptakan manusia.
Jadi dapat disimpulkan bahwa kebudayaan itu adalah
segala daya upaya, karya cipta, rasa, dan karsa manusia dalam mengolah alam
untuk memenuhi kebutuhan manusia baik kebutuhan jasmani maupun rohani.
Kebudayaan menyangkut seluruh aspek kehidupan manusia, material maupun non
material, yang akan mengalami evosional atau perkembangan dari tahapan yang
sederhana menuju tahapan yang lebih kompleks.
Adapun sifat sitat hakiki dari kebudayaan antara lain:
a. Budaya terwujud dan tersalurkan fdari perilaku manusia
b. Budaya telah ada terlebih dahulu daripada lahirnya suatu
generasi tertentu dan tidak akan mati dengan habisnya usia generasi yang
bersangkutan.
c. Budaya diperlakukan oleh manusia dan diwujudkan dalam tingkah
lakunya.
d. Budaya mencakup aturan – aturan yang berisikan kewajiban –
kewajiban tindakan yang diterima dan ditolak, tindakan – tindakan yang dilarang
dan tindakan – tindakan yang di ijinkan.
Kebudayaan itu akan
terus hidup bila masyarakatnya mampu mempertahankannya, kebudayaan akan musnah
jika masyarakat tidak lagi mempergunakannya. Unsur- unsur penyebab kecenderungan bertahannya suatu
budaya antara lain yaitu :
a.
Unsur ideology
b.
Unsur kepercayaan (religi)
c.
Unsur seni
d.
Unsur bahasa
Sedangkan
unsur – unsur kecenderungan perubahan budaya di sebabkan antara lain:
a.
Unsur mata pencaharian
disebabkan karena:
1. Rasa tidak puas terhadap keadaan dan situasi yang ada
2. Sadar akan adanya kekurangan
3. Usaha – usaha menyesuaikan diri dengan perubahan zaman
4. Meningkatnya kebutuhan
5. Adanya keinginan meningkatkan taraf hidup
6. Sikap terbuka pada hal – hal yang baru
b.
Unsur sistem teknologi
c.
Unsur pengetahuan
Manusia memiliki akal
sehingga dengan akalnya manusia dapat memenuhi segala macam kebutuhan
hidupnya.Untuk memenuhi hidupnya manusia berkarya, berkarsa, dan mencipta yang
hasilnya disebut dengan kebudayaan.Jadi pada dasarnya manusia menciptakan
kebudayaan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, karenanya manusia disebut sebagai
pencipta dan pengguna kebudayaan yang diciptakannya itu. Kebudayaan memiliki
peran sebagai berikut:
a. Suatu hubungan pedoman antar manusia dan kelompoknya
b. Wadah untuk menyalurkan perasaan – perasaan dan kemampuan –
kemampuan lain
c. Sebagai pembimbing kehidupan dan penghidupan manusia, termasuk
memenuhi kebutuhan hidupnya
d. Pembeda manusia dan binatang
e. Petunjuk – petunjuk tentang bagaimana manusia harus bertindak dan
berperilaku dalam pergaulan
f. Pengatur agar manusia dapat mengerti bagaimana seharusnya
bertindak, berbuat menentukan sikapnya jika berhubungan dengan orang lain.
g. Sebagai modal dasar pembangunan
2. Suku
Bangsa
Setiap kebudayaan yang hidup dalam suatu
masyarakat baik berwujud sebagai komunitas desa dan kota, sebagai kominitas
kekerabatan, atau kelompok adat yang lain, bisa menampilkan suatu corak khas yang terutama terlihat oleh
orang di luar warga masyarakat bersangkutan. Seseorang warga dari suatu
kebudayaan yang telah hidup dari hari ke hari di dalam lingkungan kebudayaannya
biasanya tidak melihat lagi corak khas itu. Sebaliknya, terhadap kebudayaan
tetangganya, ia dapat melihat corak khasnya, terutama mengenai unsure –
unsur yang berbeda dan mencolok dengan
kebudayaannya sendiri.
Corak khas dari suatu kebudayaan bisa tampil
karena kebudayaan itu menghasilkan suatu unsur yang kecil berupa suatu
unsur kebudayaan fisik dengan bentuk
khusus. Bentuk khusus ini disebabkan karena diantara pranata – pranatanya ada
suatu pola sosial khusus, atau dapat juga karena warganya menganut suatu tema
budaya khusus.Sebaliknya, corak khas tadi juga dapat disebabkan karena adanya
kompleks unsure – unsure yang lebih besar. Berdasarkan atas corak khusus tadi,
suatu kebudayaan dapat dibedakan dari kebudayaan lain.
Konsep yang tercakup dalam istilah “ suku
bangsa” adalah suatu golongan manusia yang terikat oleh kesadaran dan identitas
akan “kesatuan kebudayaan”, sedangkan identitas tadi seringkali dikuatkan oleh
kesatuan bahasa juga. Jadi “kesatuan kebudayaan” bukan suatu hal yang di
tentukan oleh orang luar ( misalnya oleh seorang ahli antropologi, ahli
kebudayaan, atau lainnya, dengan metode- metode ilmiah ), melainkan oleh warga
kebudayaan bersangkutan itu sendiri. Dengan demikian, kebudayaan Sunda
merupakan suatu kesatuan, bukan karena ada peneliti- peneliti yang secara
etnografi telah menentukan bahwa kebudayaan Sunda itu adalah suatu kebudayaan
tersendiri yang berbeda dari kebudayaan Jawa, Banten, atau Bali, melainkan
karena orang Sunda sadar bahwa kebudayaan Sunda mempunyai kepribadian dan
identitas khusus, berbeda dengan kebudayaan -
kebudayaan tetangganya. Apalagi adanya bahasa Sunda yang berbeda dengan
bahasa Jawa atau Bali.
Dalam kenyataan, konsep “suku bangsa” lebih
kompleks daripada yang terurai di atas.Ini disebabkan karena dalam kenyataan,
batas dari kesatuan manusia yang merasakan diri terikat oleh keseragaman
kebudayaan itu dapat meluas atau menyempit, tergantung pada keadaan.Mengenai
pemakaian suku bangsa sebaiknya selalu memakainya secara lengkap, agar tidak
hanya mempergunakan istilah singkatan “suku” saja. Pemakaian yang tepat,
misalnya suku bangsa Minangkabau, suku bangsa Sunda, suku bangsa Nganju, suku
bangsa Makasar, suku bangsa Ambon. Hal ini sangat penting , karena istilah
suku, baik dalam istilah Minangkabau, maupun dalam sistem peristilahan
etnografi dan ilmu hokum dan adat Indonesia, sudah mempunyai arti teknis yang
khas.
Deskripsi mengenai kebudayaan suatu suku
bangsa biasanya merupakan isi dari sebuah karangan etnografi.Namun karena ada
suku bangsa yang besar, terdiri dari berjuta- juta penduduk (seperti suku
bangsa Sunda), maka ahli antropologi yang membuat sebuah karangan etnografi
sudah tentu tidak dapat mencakup keseluruhan dari suku bangsa itu dalam
deskripsinya.Umumnya dia hanya melukiskan sebagian dari kebudayaan suku bangsa
itu. Etnografi tentang kebudayaan Sunda misalnya hanya akan terbatas pada
kebudayaan Sunda pada suatu desa atau beberapa desa tertentu, kebudayaan Sunda
dalam suatu daerah logat Sunda yang tertentu, kebudayaan Sunda dalam suatu
kabupaten tertentu, atau kebudayaan Sunda dalam suatu lapisan sosial tertentu.
A.
Kebudayaan Suku Bangsa
Selain mengenai
besar kecilnya jumlah penduduk dalam kesatuan masyarakat suku bangsa, seorang
sarjana antropologi tentu juga menghadapi masalah perbedaan asas dan
kompleksitas dari unsur kebudayaan yang menjadi pokok penelitian atau pokok
deskripsi etnografinya. Dalam hal itu para sarjana antropologi sebaiknya
membedakan kesatuan masyarakat suku – suku bangsa di dunia berdasarkan atas
kriteria mata pencaharian dan system ekonomi ke dalam enam macam, yaitu :
a. Masyarakat pemburu dan peramu (hunting and gathering societies )
b. Masyarakat peternak (pastoral
societies)
c. Masyarakat peladang (societies
of shifting cultivators)
d. Masyarakat nelayan (fishing
communities)
e. Masyarakat petani pedesaan (peasant
communities)
f.
Masyarakat perkotaan
kompleks (complex urban societies)
Kebudayaan suku bangsa yang hidup dari berburu
dan meramu (hunting and
gatheringsocieties) pada bagian terakhir abad ke- 20 ini sudah hampir tidak ada lagi dimuka bumi ini. Mereka kini
tinggal di daerah- daerah terisolasi atau daerah- daerah terpencil yang karena
keadaan alamnya tidak suka didiami oleh bangsa- bangsa lain.Daerah - daerah
seperti itu misalnya daerah yang tidak cocok untulk bercocok tanam seperti
daerah gurun.
Pada masa kini jumlah dari semua suku
bangsa yang hidup dan berburu di seluruh dunia belum ada setengah juta orang.
Dibandingkan dengan seluruh penduduk dunia yang kini berjumlah lebih dari 3.000
juta, maka hanya tinggal kira - kira 0,
001% dari seluruh penduduk dunia yang masih hidup dan berburu, dan jumlah itu
sekarang makin berkurang juga karena suku bangsa berburu, akhir - akhir ini sudah
banyak pindah ke kota untuk menjadi buruh. Walaupun demikian masih banyak ahli
antropologi yang menaruh perhatian terhadap kebudayaan suku bangsa berburu dan
meramu, sebagai suatu bentuk mata pencaharian hidup manusia yang tertua, guna
mendapat pengertian yang lebih mendalam tentang asas- asas kehidupan masyarakat
manusia.Di negara kita suku- suku bangsa yang hidup dari meramu, masih ada di
daerah- daerah rawa di pantai- pantai Iriyan Jaya.
Kebudayaan peternakan yang hidup dalam pastoral societies hingga kini masih ada
di daerah padang rumput stepa atau sabana di Asia Barat Daya, Asia Tengah,
Siberia, Asia Timur Laut, Afrika Timur, atau Afrika Selatan. Binatang yang
dipelihara berbeda- beda menurut daerah geografisnya. Kehidupan suku- suku
bangsa peternakan berpindah- pindah dari suatu perkemahan lain dengan
menggembala ternak mereka menurut musim- musim tertentu. Mereka memerah susu
ternak lalu membuat menjadi mentega, keju, dan hasil olahan lainnya. Selama
berpindah- pindah mereka harus menjaga ternaknya dengan baik. Jumlah ternak
yang mereka miliki mencapai beratus- ratus ekor
sapi atau domba. Kehidupan seperti itu menyebabkan bahwa bangsa- bangsa
peternak itu sering sangat agresif sifatnya.
Kebudayaan peladang yang hidup dalam shifting cultivators societies terbatas
pengembaraannya di daerah hutan rimba tropis di daerah pengairan Sungai Kongo
di Afrika Tengah, di Asia Tenggara termasuk Indonesia (di luar Jawa dan Bali ).
Para pedagang di daerah tropis tersebut mempergunakan teknik bercocok tanam
yang sama. Bercocok tanam di ladang merupakan suatu mata pencaharian yang dapat
juga menjadi dasar suatu peradaban yang kompleks dengan masyarakat perkotaan,
system kenegaraan, dan seni bangunan dan pertukangan yang tinggi.Contoh dari suatu
peradaban serupa itu adalah peradaban Indian Maya dalam abad ke- 15 di Meksiko
Selatan.
Kebudayaan nelayan yang hidup dalam fishing communities ada di seluruh
dunia, baik dari negara – negara yang berada di pinggir benua, maupun di pulau-
pulau. Secara khusus desa- desa nelayan itu biasanya terletak di daerah muara-
muara sungai atau di sekitar sebuah teluk.Lokasi di muara sungai memudahkan
para nelayan untuk melabuhkan perahu atau biduk yang mereka pakai untuk keluar
menuju laut.Demikian juga lokasi di dalam suatu teluk.Selain itu, suatu teluk
seringkali banyak ikannya. Suatu kebudayaan nelayan tentu mengetahui
teknologi pembuatan perahu, mengetahui
cara- cara navigasi di laut, mempunyai organisasi sosial yang dapat menampung
suatu sistem pembagian kerja antara nelayan- pelaut, pemilik perahu, dan tukang
pembuat perahu. Sedangkan system pembagian kerja religinya biasanyamengandung
unsur- unsur keyakinan, upacara- upacara, dan ilmu gaib yang erat hubungannya
dengan persepsi serta konsepsi mereka mengenai laut.
Kebudayaan petani pedesaan, yang hidup
dalam peasant communities pada masa sekarang merupakan bagian terbesar dari
objek perhatian para ahli antropologi, karena suatu proporsi terbesar dari
penduduk dunia masa kini memang masih merupakan petani yang hidup dalam
komunitas- komunitas desa, yang berdasarkan pertanian, khususnya bercocok tanam
menetap secara tradisional dengan irigasi. Adapun komunitas desa seperti itu
jarang bersifat otonom lepas dari komunitas tetangganya yang lain, tetapi
biasanya terikat dengan komunitas- komunitas desa lain oleh suatu otoritas yang
lebih tinggi, menjadi suatu kesatuan ekonomi, sosial budaya, atau
administrative yang lebih besar. Kebudayaan penduduk komunitas- komunitas desa
tersebut biasanya berorientasi terhadap kebudayaan dari otoritas yang lebih
tinggi, yang biasanya terletak di kota- kota administrative. Kebudayaan dari
kota- kota tersebut penduduknya sebagian besar mempunyai peradaban dan gaya
hidup pegawai, biasanya dipandang sebagai kebudayaan yang lebih “beradab” oleh
para petani- petani di desa- desa itu, dan menjadi pedoman dan idaman mereka.
Hampir semua masyarakat pedesaan di
Indonesia, dan khususnya di Jawa, merupakan peasant societiesyang berdasarkan bercocok tanam dengan irigasi
secara tradisional. Pendiuduk yang orientasi kebudayaannya merupakan
golongan pegawai ( kebudatyaan priyayi ) di kota- kota administrative.
Kebudayaan perkotaan yang kompleks telah
menjadi objek perhatian para ahli antropologi, terutama sesudah Perang Dunia
II. Pada masa itu timbul banyak negara baru bekas jajahan
dengan penduduk yang biasanya terdiri dari banyak suku bangsa, golongan
bahasa, atau golongan agama, dalam wadah satu negara nasional yang merdeka.
Dalam usaha membangun ekonominya secara cepat, kemakmuran yang diperoleh secara
mendadak, terutama di kota- kota besar, menarik jutaan penduduk daerah- daerah
dari beragam latar belakang kebudayaan suku bangsa ke kota- kota itu sehingga
timbul suatu gejala baru, yaitu gejala hubungan interaksi antar suku bangsa di
kota- kota besar di negara – negara yang sedang berkembang.
B.
Konsep Daerah Kebudayaan
Suatu “daerah
kebudayaan” (cultur area) merupakan suatu penggabungan atau penggolongan (yang
dilakukan oleh ahli- ahli antropologi) dari suku- suku bangsa yang beragam kebudayaannya,
tetapi mempunyai beberapa unsure dan ciri mencolok yang serupa.Demikian suatu
system penggolongan daerah kebudayaan sebenarnya merupakan suatu system
klasifikasi yang mengkelaskan beragam suku bangsa yang tersebar di suatu daerah
atau benua besar, ke dalam golongan berdasarkan persamaan unsure kebudayaan.
Penggolongan beberapa kebudayaan
dalam suatu daerah kebudayaan dilakukan berdasarkan atas persamaan ciri – ciri
yang mencolok. Ciri – ciri tersebut tidak hanya berwujud unsur kebudayaan fisik
(misalnya alat – alat berburu, alat- alat bertani, alat- alat transportasi,
senjata, bentuk- bentuk ornament perhiasan, bentuk- bentuk dan gaya pakaian,
bentuk- bentuk tempat kediaman dan sebagainya), tetapi juga unsur- unsure
kebudayaan yang lebih abstrak dari system sosial atau system budaya (misalnya
dari unsur organisasi kemasyarakatan,
system perekonomian, upacara- upacara keagamaan, unsur cara berfikir, dan adat
istiadat). Biasanya hanya beberapa kebudayaan di pusat dari suatu cultur area itu menunjukan persamaan-
persamaan besar dari unsur alasan tadi.
Semakin kita menjauh dari pusat, maka makin berkurang pula jumlah unsur yang
sama. Dengan demikian garis – garis yang membatasi dua culture area itu tidak
pernah jelas karena pada daerah perbatasan unsur dari kedua cultur area selalu
tampak tercampur.
Sifat kurang eksak datri metode klasifikasi cultur
area tadi telah menimbulkan banyak kritik dari kalangan antropologi itu
sendiri. Kelemahan – kelemahan dari metode itu memang telah lama dirasakan oleh
para sarjana, dan suatu verifikasi yang lebih mendalam tidak akan mempertajam
batas – batas dan cultur area, tetapi akan menguburkannya. Walaupun demikian,
metode klasifiksasi ini diterapkan oleh para sarjana lain terhadap tempat –
tempat yang masih banyak dipakai sampai sekarang karena pembagian ke dalam
culture area itu memudahkan gambaran keseluruhan dalam hal menghadapi suatu
daerah luas dengan banyak beragam kebudayaan di dalamnya.
3.
Daerah –daerah Kebudayaan diAsia
A.L.
Kroeber membagi Benua Asia ke dalam
daerah – daerah kebudayaan. Pembagian ini sebenarnya masih bersifat kasar
sekali dan lebih berdasarkan common sense
daripada analisis dan perbandingan unsur – unsur
kebudayaan secara mendalam dan meluas. Pada hakikatnya suatu benua besar seperti
Asia terlampau besar perbedaan sifat – sifatnya untuk dapat dibagi ke dalam
daerah – daerah kebudayaan. Kawasan Asia menurut pembagian Kroeber dengan
beberapa perubahan, dibagi menjadi tujuh bagian, yaitu:
1. Daerah kebudayaan Asia Tenggara
2. Daerah kebudayaan Asia Selatan
3. Daerah kebudayaan Asia Barat Daya
4. Daerah kebudayaan Cina
5. Daerah kebudayaan Stepa Asia Tengah
6. Daerah kebudayaan Siberia
7. Daerah kebudayaan Asia Timur Laut
Klasifikasi
dari beragam suku bangsa di wilayah Indonesia biasanya masih berdasarkan sistem
lingkaran – lingkaran hukum adat yang mula – mula disusun oleh Van Vollenhoven.
Klasifikasinya yaitu :
1. Aceh
2. Gayo Alas dan Batak
3. Nias dan Batu
4. Minangkabau
5. Mentawai
6. Toraja
7. Sulawesi Selatan
8. Ternate
9. Ambon Maluku
10. Kepulauan Barat Daya
11. Enggano
12. Melayu
13. Bangka dan Belitong
14. Kalimantan
15. Sangir Talaud
16. Gorontalo
17. Irian
18. Timor
19. Bali dan Lombok
20. Jawa Tengah dan Timur
21. Surakarta dan Yogyakarta
22. Jawa Barat
Klasifikasi
ini menggambarkan garis perbatasan wilayah dari beberapa suku bangsa di
Indonesia, hasilnya adalah mengenai lokasi suatu suku bangsa di Indonesia masih
ada selisih antara berbagai ahli atropologi. Contohnya adalah penelitian
terhadap suku bangsa Aceh yang berbeda- beda menurut para ahli antropologi.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Manusia
dan kebudayaan adalah sesuatu yang tidak bisa dipisahkan, sesuatu yang
kompleks, dan rumit. Satu sama lain saling berkaitan, saling mempengaruhi
karena manusia adalah pencipta dan sekaligus pengguna kebudayaan. Kebudayaan
juga tidak akan pernah berhenti sesuai perkembangan zaman yang ada. Aneka ragam
kebudayaan yang ada juga sangat mempengaruhi obyek yang terkandung di dalam
kebudayaan, baik keanekaragaman suku bangsa, ras, bahasa, dan letak geografis
suatu daerah yang di kembangkan oleh masyarakat itu sendiri.
b. Saran
Mengetahui
arti kebudayaan sangat penting bagi kita semua.Dengan adanya pembelajaran
antropologi tentang kebudayaan, kita semakin tahu titik awal kehidupan ini
bermula, mulai dari manusia itu lahir dan membawa suatu kebudayaan yang berbeda-beda.Orang
yang hanya mengetahui arti sempit kebudayaan tanpa mempelajari arti luas dari
kebudayaan itu sendiri cenderung akan menjadi pribadi yang kurang akan
pengetahuan sosial, budaya, dan lain sebagainya. Maka dari itu sanagatlah penting bagi kita semua
mempelajari ilmu antropologi pendidikan.
DAFTAR
PUSTAKA
…Drs.
M.Hum, Sujarwa. 2010. Ilmu Sosial dan Budaya Dasar. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
…Sri
Wahyuni, Niniek. Dkk. 2007.Manusia dan Masyarakat. Jakarta: Ganeca Exact
Tidak ada komentar:
Posting Komentar