Rabu, 26 September 2018

KEANEKARAGAMAN BUDAYA DAN MASYARAKAT



KEANEKARAGAMAN BUDAYA DAN MASYARAKAT
MAKALAH
Disusun untuk Memenuhi Tugas Individu Semester II
Program Strata Satu (S1) Fakultas Tarbiyah
Kelompok Kelas   : A Reguler
Mata Kuliah         : Antropologi Pendidikan
Dosen
SOBARI WALUYO SEJATI, S.Pd. M Pd.
Oleh
MUHAMMAD IQBAL ATOURROHMAN
NIM. 2114219
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NAHDLATUL ULAMA
(STAINU) KEBUMEN
2012
KATA PENGANTAR
Alhamdulilah, segala puji dan syukur kita panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga kita dapat menjalani kehidupan yang baik. Berkat ridho dari Allah SWT yang telah memberikan taufik dan hidayah-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan Makalah ini yang berjudulKEANEKARAGAMAN BUDAYA DAN MASYARAKAT”.Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas individu mata kuliah Antropologi Pendidikan. Keberhasilan menyusun makalah ini tidak mungkin terwujud tanpa adanya bimbingan, kerja sama dan bantuan dari pihak lain. Untuk itu pada kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih kepada :
1.      Yth. Sobari Waluyo Sejati, S. Pd. M Pd. selaku dosen pembimbing  mata kuliah Antropologi Pendidikan.
2.      Kedua orang tua saya yang telah mendukung saya
3.      Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah  ini.
Saya menyadari bahwa makalah ini jauh dari sempurna, oleh karena itu saya sangat mengharapkan kritik dan saran yang dapat saya gunakan untuk perbaikan dalam menyusun Makalah berikutnya.Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membacanya.

Kebumen, ...............2012

Penyusun


DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ..................................................................................................             1
KATA PENGANTAR.................................................................................................             2
DAFTAR ISI ..............................................................................................................              3
BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah.............................................................................             4
B. Rumusan Masalah .....................................................................................             4
C. Tujuan........................................................................................................             4
BAB II : PEMBAHASAN
A. Pengertian Kebudayaan.............................................................................             5
B. Suku Bangsa           ……………………………………………………………………                       8
     1. Beragam Kebudayaan Suku Bangsa............................................................      .....                     8
     2. Konsep Daerah Kebudayaan.................................................................................          9
C. Daerah – Daerah Kebudayaan di Asia ...................................................... ......      12
BAB III : PENUTUP
A. Kesimpulan................................................................................................             16
B. Saran..........................................................................................................             16
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................             17

BAB I
PENDAHULUAN

1.              Latar Belakang Masalah
                Masyarakat dan kebudayaan adalah dua kata yang sepertinya bukan hal asing lagi bagi kita. Namun ironisnya sedikit sekali orang yang mengerti apa arti dari manusia, masyarakat, dan kebudayaan. Banyak orang menganggap bahwa kebudayaan itu adalah kesenian, atau sesuatu yang hanya berbau seni, padahal sangat jelas sekali bahwa kebudayaan itu mencakup seluruh aspek kehidupan yang ada.Kebudayaan itu sendiri beraneka ragam, mulai dari suku bangsa, ras, bahasa, dan lain sebagainya.
                Oleh karena itu, saya akan mencoba membahasnya secara luas tentang keanekaragam kebudayaan yang berkaitan dengan letak geografis dan klasifikasi daerah- daerah tertentu.

2.              Rumusan Masalah
a.       Apakah pengertian dari kebudayaan?
b.      Apakah pengertian  suku bangsa dan konsep daerah kebudayaan?
c.       Bagaimanakah kebudayaan di Asia khusunya Indonesia secara letak      geografisnya?
3.             Tujuan
1.          Untuk memenuhi tugas individu mata kuliah Antropologi Pendidikan
2.          Untuk mengetahui keanekaragaman suku bangsa menurut pandangan antropologi
3.          Untuk mengetahui kebudayaan yang dilihat dari letak geografis suatu daerah.


BAB II
PEMBAHASAN
1.          Pengertian Kebudayaan
                        Manusia sebagai makhluk yang berbudaya tidak lain adalah makhluk yang senantiasa mendayagunakan akal budinya untuk menciptakan kebahagiaan, karena yang membahagiakan hidup manusia itu hakikatnya sesuatu yang baik, benar, dan adil. Maka hanya manusia yang selalu berusaha menciptakan kebaikan, kebenaran dan keadilan.Sajalah yang berhak menyandang gelar manusia berbudaya.
          Secara etimologi kebudayaan berasal dari beberapa bahasa, yang pertama berasal dari bahasa Sansakerta, buddayah budhi yang berarti budi atau akal , dalam bahasa Inggris budaya berasal dari kata Culture, dalam bahasa Belanda berasal dari bahasa cultur, dan dalam bahasa Latin berasal dari kata Colera, yang kemudian berkembang arti menjadi segala daya dan aktivitas manusia untuk mengolah dan mengubah alam.
Menurut beberapa ahli kebudayaan itu dikemukakan sebagai berikut:
a.       Menurut E. B Tylor, budaya adalah suatu keseluruhan kompleks meliputi pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, keilmuan, hukum, adat, istiadat, dan kemampuan lain.
b.      Menurut R. Linton, kebudayaan dipandang sebagai konfigurasi tingkah laku yang dipelajari dimana unsure pendukungnya ditentukan oleh anggota masyarakat.
c.       Menurut Kontjaraningrat, kebudayaan adalah keseluruhan system gagasan, milik diri manusia dengan belajar.
d.      Menurut Selo Soemardjan dan Solaeman , kebudayaan adalah hasil karya rasa dan cipta manusia, kedua ahli  ini berkesimpulan bahwa kebudayaan itu hasil dari usaha manusia untuk memenuhi kebutuhan jasmani dan rohani  agar hasilnya dapat digunakan untuk keperluan masyarakat.
e.      Menurut Hercovit, kebudayaan adalah bagian dari lingkungan hidup yang diciptakan manusia.
Jadi  dapat disimpulkan bahwa kebudayaan itu adalah segala daya upaya, karya cipta, rasa, dan karsa manusia dalam mengolah alam untuk memenuhi kebutuhan manusia baik kebutuhan jasmani maupun rohani. Kebudayaan menyangkut seluruh aspek kehidupan manusia, material maupun non material, yang akan mengalami evosional atau perkembangan dari tahapan yang sederhana menuju tahapan yang lebih kompleks.  Adapun sifat sitat hakiki dari kebudayaan antara lain:
a.       Budaya terwujud dan tersalurkan fdari perilaku manusia
b.      Budaya telah ada terlebih dahulu daripada lahirnya suatu generasi tertentu dan tidak akan mati dengan habisnya usia generasi yang bersangkutan.
c.       Budaya diperlakukan oleh manusia dan diwujudkan dalam tingkah lakunya.
d.      Budaya mencakup aturan – aturan yang berisikan kewajiban – kewajiban tindakan yang diterima dan ditolak, tindakan – tindakan yang dilarang dan tindakan – tindakan yang di ijinkan.
                        Kebudayaan itu akan terus hidup bila masyarakatnya mampu mempertahankannya, kebudayaan akan musnah jika masyarakat tidak lagi mempergunakannya. Unsur- unsur  penyebab kecenderungan bertahannya suatu budaya antara lain yaitu :
a.       Unsur ideology
b.      Unsur kepercayaan (religi)
c.       Unsur seni
d.      Unsur bahasa
Sedangkan unsur – unsur kecenderungan perubahan budaya di sebabkan antara lain:
a.       Unsur mata pencaharian
disebabkan karena:
1.       Rasa tidak puas terhadap keadaan dan situasi yang ada
2.       Sadar akan adanya kekurangan
3.       Usaha – usaha menyesuaikan diri dengan perubahan zaman
4.       Meningkatnya kebutuhan
5.       Adanya keinginan meningkatkan taraf hidup
6.       Sikap terbuka pada hal – hal yang baru
b.      Unsur sistem teknologi
c.       Unsur pengetahuan
                        Manusia memiliki akal sehingga dengan akalnya manusia dapat memenuhi segala macam kebutuhan hidupnya.Untuk memenuhi hidupnya manusia berkarya, berkarsa, dan mencipta yang hasilnya disebut dengan kebudayaan.Jadi pada dasarnya manusia menciptakan kebudayaan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, karenanya manusia disebut sebagai pencipta dan pengguna kebudayaan yang diciptakannya itu. Kebudayaan memiliki peran sebagai berikut:
a.    Suatu hubungan pedoman antar manusia dan kelompoknya
b.    Wadah untuk menyalurkan perasaan – perasaan dan kemampuan – kemampuan lain
c.     Sebagai pembimbing kehidupan dan penghidupan manusia, termasuk memenuhi kebutuhan hidupnya
d.    Pembeda manusia dan binatang
e.    Petunjuk – petunjuk tentang bagaimana manusia harus bertindak dan berperilaku dalam pergaulan
f.     Pengatur agar manusia dapat mengerti bagaimana seharusnya bertindak, berbuat menentukan sikapnya jika berhubungan dengan orang lain.
g.    Sebagai modal dasar pembangunan

2.      Suku Bangsa
                        Setiap kebudayaan yang hidup dalam suatu masyarakat baik berwujud sebagai komunitas desa dan kota, sebagai kominitas kekerabatan, atau kelompok adat yang lain, bisa menampilkan  suatu corak khas yang terutama terlihat oleh orang di luar warga masyarakat bersangkutan. Seseorang warga dari suatu kebudayaan yang telah hidup dari hari ke hari di dalam lingkungan kebudayaannya biasanya tidak melihat lagi corak khas itu. Sebaliknya, terhadap kebudayaan tetangganya, ia dapat melihat corak khasnya, terutama mengenai unsure – unsur  yang berbeda dan mencolok dengan kebudayaannya sendiri.
                        Corak khas dari suatu kebudayaan bisa tampil karena kebudayaan itu menghasilkan suatu unsur yang kecil berupa suatu unsur  kebudayaan fisik dengan bentuk khusus. Bentuk khusus ini disebabkan karena diantara pranata – pranatanya ada suatu pola sosial khusus, atau dapat juga karena warganya menganut suatu tema budaya khusus.Sebaliknya, corak khas tadi juga dapat disebabkan karena adanya kompleks unsure – unsure yang lebih besar. Berdasarkan atas corak khusus tadi, suatu kebudayaan dapat dibedakan dari kebudayaan lain.
                        Konsep yang tercakup dalam istilah “ suku bangsa” adalah suatu golongan manusia yang terikat oleh kesadaran dan identitas akan “kesatuan kebudayaan”, sedangkan identitas tadi seringkali dikuatkan oleh kesatuan bahasa juga. Jadi “kesatuan kebudayaan” bukan suatu hal yang di tentukan oleh orang luar ( misalnya oleh seorang ahli antropologi, ahli kebudayaan, atau lainnya, dengan metode- metode ilmiah ), melainkan oleh warga kebudayaan bersangkutan itu sendiri. Dengan demikian, kebudayaan Sunda merupakan suatu kesatuan, bukan karena ada peneliti- peneliti yang secara etnografi telah menentukan bahwa kebudayaan Sunda itu adalah suatu kebudayaan tersendiri yang berbeda dari kebudayaan Jawa, Banten, atau Bali, melainkan karena orang Sunda sadar bahwa kebudayaan Sunda mempunyai kepribadian dan identitas khusus, berbeda dengan kebudayaan -  kebudayaan tetangganya. Apalagi adanya bahasa Sunda yang berbeda dengan bahasa Jawa atau Bali.
                        Dalam kenyataan, konsep “suku bangsa” lebih kompleks daripada yang terurai di atas.Ini disebabkan karena dalam kenyataan, batas dari kesatuan manusia yang merasakan diri terikat oleh keseragaman kebudayaan itu dapat meluas atau menyempit, tergantung pada keadaan.Mengenai pemakaian suku bangsa sebaiknya selalu memakainya secara lengkap, agar tidak hanya mempergunakan istilah singkatan “suku” saja. Pemakaian yang tepat, misalnya suku bangsa Minangkabau, suku bangsa Sunda, suku bangsa Nganju, suku bangsa Makasar, suku bangsa Ambon. Hal ini sangat penting , karena istilah suku, baik dalam istilah Minangkabau, maupun dalam sistem peristilahan etnografi dan ilmu hokum dan adat Indonesia, sudah mempunyai arti teknis yang khas.
                        Deskripsi mengenai kebudayaan suatu suku bangsa biasanya merupakan isi dari sebuah karangan etnografi.Namun karena ada suku bangsa yang besar, terdiri dari berjuta- juta penduduk (seperti suku bangsa Sunda), maka ahli antropologi yang membuat sebuah karangan etnografi sudah tentu tidak dapat mencakup keseluruhan dari suku bangsa itu dalam deskripsinya.Umumnya dia hanya melukiskan sebagian dari kebudayaan suku bangsa itu. Etnografi tentang kebudayaan Sunda misalnya hanya akan terbatas pada kebudayaan Sunda pada suatu desa atau beberapa desa tertentu, kebudayaan Sunda dalam suatu daerah logat Sunda yang tertentu, kebudayaan Sunda dalam suatu kabupaten tertentu, atau kebudayaan Sunda dalam suatu lapisan sosial tertentu.

A.      Kebudayaan Suku Bangsa
                Selain mengenai besar kecilnya jumlah penduduk dalam kesatuan masyarakat suku bangsa, seorang sarjana antropologi tentu juga menghadapi masalah perbedaan asas dan kompleksitas dari unsur kebudayaan yang menjadi pokok penelitian atau pokok deskripsi etnografinya. Dalam hal itu para sarjana antropologi sebaiknya membedakan kesatuan masyarakat suku – suku bangsa di dunia berdasarkan atas kriteria mata pencaharian dan system ekonomi ke dalam enam macam, yaitu :
a.      Masyarakat pemburu dan peramu (hunting and gathering societies )
b.      Masyarakat peternak (pastoral societies)
c.       Masyarakat peladang (societies of shifting cultivators)
d.      Masyarakat nelayan (fishing communities)
e.       Masyarakat petani pedesaan (peasant communities)
f.        Masyarakat perkotaan kompleks (complex urban societies)
        Kebudayaan suku bangsa yang hidup dari berburu dan meramu (hunting and gatheringsocieties) pada bagian terakhir abad ke- 20 ini sudah hampir  tidak ada lagi dimuka bumi ini. Mereka kini tinggal di daerah- daerah terisolasi atau daerah- daerah terpencil yang karena keadaan alamnya tidak suka didiami oleh bangsa- bangsa lain.Daerah - daerah seperti itu misalnya daerah yang tidak cocok untulk bercocok tanam seperti daerah gurun.
        Pada masa kini jumlah dari semua suku bangsa yang hidup dan berburu di seluruh dunia belum ada setengah juta orang. Dibandingkan dengan seluruh penduduk dunia yang kini berjumlah lebih dari 3.000 juta, maka hanya tinggal kira -  kira 0, 001% dari seluruh penduduk dunia yang masih hidup dan berburu, dan jumlah itu sekarang makin berkurang juga karena suku bangsa berburu, akhir - akhir ini sudah banyak pindah ke kota untuk menjadi buruh. Walaupun demikian masih banyak ahli antropologi yang menaruh perhatian terhadap kebudayaan suku bangsa berburu dan meramu, sebagai suatu bentuk mata pencaharian hidup manusia yang tertua, guna mendapat pengertian yang lebih mendalam tentang asas- asas kehidupan masyarakat manusia.Di negara kita suku- suku bangsa yang hidup dari meramu, masih ada di daerah- daerah rawa di pantai- pantai Iriyan Jaya.
        Kebudayaan peternakan yang hidup dalam pastoral societies hingga kini masih ada di daerah padang rumput stepa atau sabana di Asia Barat Daya, Asia Tengah, Siberia, Asia Timur Laut, Afrika Timur, atau Afrika Selatan. Binatang yang dipelihara berbeda- beda menurut daerah geografisnya. Kehidupan suku- suku bangsa peternakan berpindah- pindah dari suatu perkemahan lain dengan menggembala ternak mereka menurut musim- musim tertentu. Mereka memerah susu ternak lalu membuat menjadi mentega, keju, dan hasil olahan lainnya. Selama berpindah- pindah mereka harus menjaga ternaknya dengan baik. Jumlah ternak yang mereka miliki mencapai beratus- ratus ekor  sapi atau domba. Kehidupan seperti itu menyebabkan bahwa bangsa- bangsa peternak itu sering sangat agresif sifatnya.
        Kebudayaan peladang yang hidup dalam shifting cultivators societies terbatas pengembaraannya di daerah hutan rimba tropis di daerah pengairan Sungai Kongo di Afrika Tengah, di Asia Tenggara termasuk Indonesia (di luar Jawa dan Bali ). Para pedagang di daerah tropis tersebut mempergunakan teknik bercocok tanam yang sama. Bercocok tanam di ladang merupakan suatu mata pencaharian yang dapat juga menjadi dasar suatu peradaban yang kompleks dengan masyarakat perkotaan, system kenegaraan, dan seni bangunan dan pertukangan yang tinggi.Contoh dari suatu peradaban serupa itu adalah peradaban Indian Maya dalam abad ke- 15 di Meksiko Selatan.
        Kebudayaan nelayan yang hidup dalam fishing communities ada di seluruh dunia, baik dari negara – negara yang berada di pinggir benua, maupun di pulau- pulau. Secara khusus desa- desa nelayan itu biasanya terletak di daerah muara- muara sungai atau di sekitar sebuah teluk.Lokasi di muara sungai memudahkan para nelayan untuk melabuhkan perahu atau biduk yang mereka pakai untuk keluar menuju laut.Demikian juga lokasi di dalam suatu teluk.Selain itu, suatu teluk seringkali banyak ikannya. Suatu kebudayaan nelayan tentu mengetahui teknologi  pembuatan perahu, mengetahui cara- cara navigasi di laut, mempunyai organisasi sosial yang dapat menampung suatu sistem pembagian kerja antara nelayan- pelaut, pemilik perahu, dan tukang pembuat perahu. Sedangkan system pembagian kerja religinya biasanyamengandung unsur- unsur keyakinan, upacara- upacara, dan ilmu gaib yang erat hubungannya dengan persepsi serta konsepsi mereka mengenai laut.
        Kebudayaan petani pedesaan, yang hidup dalam peasant communities pada masa sekarang merupakan bagian terbesar dari objek perhatian para ahli antropologi, karena suatu proporsi terbesar dari penduduk dunia masa kini memang masih merupakan petani yang hidup dalam komunitas- komunitas desa, yang berdasarkan pertanian, khususnya bercocok tanam menetap secara tradisional dengan irigasi. Adapun komunitas desa seperti itu jarang bersifat otonom lepas dari komunitas tetangganya yang lain, tetapi biasanya terikat dengan komunitas- komunitas desa lain oleh suatu otoritas yang lebih tinggi, menjadi suatu kesatuan ekonomi, sosial budaya, atau administrative yang lebih besar. Kebudayaan penduduk komunitas- komunitas desa tersebut biasanya berorientasi terhadap kebudayaan dari otoritas yang lebih tinggi, yang biasanya terletak di kota- kota administrative. Kebudayaan dari kota- kota tersebut penduduknya sebagian besar mempunyai peradaban dan gaya hidup pegawai, biasanya dipandang sebagai kebudayaan yang lebih “beradab” oleh para petani- petani di desa- desa itu, dan menjadi pedoman dan idaman mereka. Hampir semua masyarakat pedesaan di  Indonesia, dan khususnya di Jawa, merupakan peasant societiesyang berdasarkan bercocok tanam dengan  irigasi  secara tradisional. Pendiuduk yang orientasi kebudayaannya merupakan golongan pegawai ( kebudatyaan priyayi ) di kota- kota administrative.
        Kebudayaan perkotaan yang kompleks telah menjadi objek perhatian para ahli antropologi, terutama sesudah Perang Dunia II. Pada masa itu timbul banyak negara baru bekas  jajahan  dengan penduduk yang biasanya terdiri dari banyak suku bangsa, golongan bahasa, atau golongan agama, dalam wadah satu negara nasional yang merdeka. Dalam usaha membangun ekonominya secara cepat, kemakmuran yang diperoleh secara mendadak, terutama di kota- kota besar, menarik jutaan penduduk daerah- daerah dari beragam latar belakang kebudayaan suku bangsa ke kota- kota itu sehingga timbul suatu gejala baru, yaitu gejala hubungan interaksi antar suku bangsa di kota- kota besar di negara – negara yang sedang berkembang.
B.        Konsep Daerah Kebudayaan
               Suatu “daerah kebudayaan” (cultur area) merupakan suatu penggabungan atau penggolongan (yang dilakukan oleh ahli- ahli antropologi) dari suku- suku bangsa yang beragam kebudayaannya, tetapi mempunyai beberapa unsure dan ciri mencolok yang serupa.Demikian suatu system penggolongan daerah kebudayaan sebenarnya merupakan suatu system klasifikasi yang mengkelaskan beragam suku bangsa yang tersebar di suatu daerah atau benua besar, ke dalam golongan berdasarkan persamaan unsure kebudayaan.
               Penggolongan beberapa kebudayaan dalam suatu daerah kebudayaan dilakukan berdasarkan atas persamaan ciri – ciri yang mencolok. Ciri – ciri tersebut tidak hanya berwujud unsur kebudayaan fisik (misalnya alat – alat berburu, alat- alat bertani, alat- alat transportasi, senjata, bentuk- bentuk ornament perhiasan, bentuk- bentuk dan gaya pakaian, bentuk- bentuk tempat kediaman dan sebagainya), tetapi juga unsur- unsure kebudayaan yang lebih abstrak dari system sosial atau system budaya (misalnya dari unsur  organisasi kemasyarakatan, system perekonomian, upacara- upacara keagamaan, unsur cara berfikir, dan adat istiadat). Biasanya hanya beberapa kebudayaan di pusat dari suatu cultur area itu menunjukan persamaan- persamaan besar dari unsur  alasan tadi. Semakin kita menjauh dari pusat, maka makin berkurang pula jumlah unsur yang sama. Dengan demikian garis – garis yang membatasi dua culture area itu tidak pernah jelas karena pada daerah perbatasan unsur dari kedua cultur area selalu tampak tercampur.
               Sifat kurang eksak datri metode klasifikasi cultur area tadi telah menimbulkan banyak kritik dari kalangan antropologi itu sendiri. Kelemahan – kelemahan dari metode itu memang telah lama dirasakan oleh para sarjana, dan suatu verifikasi yang lebih mendalam tidak akan mempertajam batas – batas dan cultur area, tetapi akan menguburkannya. Walaupun demikian, metode klasifiksasi ini diterapkan oleh para sarjana lain terhadap tempat – tempat yang masih banyak dipakai sampai sekarang karena pembagian ke dalam culture area itu memudahkan gambaran keseluruhan dalam hal menghadapi suatu daerah luas dengan banyak beragam kebudayaan di dalamnya.
3.      Daerah –daerah Kebudayaan diAsia
                       A.L. Kroeber  membagi Benua Asia ke dalam daerah – daerah kebudayaan. Pembagian ini sebenarnya masih bersifat kasar sekali dan lebih berdasarkan common sense
daripada analisis dan perbandingan unsur – unsur kebudayaan secara mendalam dan meluas. Pada hakikatnya suatu benua besar seperti Asia terlampau besar perbedaan sifat – sifatnya untuk dapat dibagi ke dalam daerah – daerah kebudayaan. Kawasan Asia menurut pembagian Kroeber dengan beberapa perubahan, dibagi menjadi tujuh bagian, yaitu:
1.       Daerah kebudayaan Asia Tenggara
2.       Daerah kebudayaan Asia Selatan
3.       Daerah kebudayaan Asia Barat Daya
4.       Daerah kebudayaan Cina
5.       Daerah kebudayaan Stepa Asia Tengah
6.       Daerah kebudayaan Siberia
7.       Daerah kebudayaan Asia Timur Laut
               Klasifikasi dari beragam suku bangsa di wilayah Indonesia biasanya masih berdasarkan sistem lingkaran – lingkaran hukum adat yang mula – mula disusun oleh Van Vollenhoven. Klasifikasinya yaitu :
1.       Aceh                                                                                     
2.       Gayo Alas dan Batak                                                      
3.       Nias dan Batu
4.       Minangkabau
5.       Mentawai
6.       Toraja
7.       Sulawesi Selatan
8.       Ternate
9.       Ambon Maluku
10.   Kepulauan Barat Daya
11.   Enggano
12.   Melayu
13.   Bangka dan Belitong
14.   Kalimantan
15.   Sangir Talaud
16.   Gorontalo
17.   Irian
18.   Timor
19.   Bali dan Lombok
20.   Jawa Tengah dan Timur
21.   Surakarta dan Yogyakarta
22.   Jawa Barat        
               Klasifikasi ini menggambarkan garis perbatasan wilayah dari beberapa suku bangsa di Indonesia, hasilnya adalah mengenai lokasi suatu suku bangsa di Indonesia masih ada selisih antara berbagai ahli atropologi. Contohnya adalah penelitian terhadap suku bangsa Aceh yang berbeda- beda menurut para ahli antropologi.









BAB III
PENUTUP
A.      Kesimpulan
             Manusia dan kebudayaan adalah sesuatu yang tidak bisa dipisahkan, sesuatu yang kompleks, dan rumit. Satu sama lain saling berkaitan, saling mempengaruhi karena manusia adalah pencipta dan sekaligus pengguna kebudayaan. Kebudayaan juga tidak akan pernah berhenti sesuai perkembangan zaman yang ada. Aneka ragam kebudayaan yang ada juga sangat mempengaruhi obyek yang terkandung di dalam kebudayaan, baik keanekaragaman suku bangsa, ras, bahasa, dan letak geografis suatu daerah yang di kembangkan oleh masyarakat itu sendiri.

b.      Saran
                             Mengetahui arti kebudayaan sangat penting bagi kita semua.Dengan adanya pembelajaran antropologi tentang kebudayaan, kita semakin tahu titik awal kehidupan ini bermula, mulai dari manusia itu lahir dan membawa suatu kebudayaan yang berbeda-beda.Orang yang hanya mengetahui arti sempit kebudayaan tanpa mempelajari arti luas dari kebudayaan itu sendiri cenderung akan menjadi pribadi yang kurang akan pengetahuan sosial, budaya, dan lain sebagainya. Maka dari itu  sanagatlah penting bagi kita semua mempelajari ilmu antropologi pendidikan.



DAFTAR PUSTAKA

…Drs. M.Hum, Sujarwa. 2010. Ilmu Sosial dan Budaya Dasar. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
…Sri Wahyuni, Niniek. Dkk. 2007.Manusia dan Masyarakat. Jakarta: Ganeca Exact

                       

Tidak ada komentar:

Posting Komentar